Minggu, 21 Juli 2013

Kamera kecil

Dua pekan terakhir, dia selalu dalam genggamanmu. Tak pernah lepas. Sekilas nampak oleh mataku oleh benda yang begitu menghidupkan jiwamu. Sederhana, layak pemiliknya. Berbagai jenis yg telah hadir tak menggantikan posisinya dari tanganmu. Layaknya dia pemilik separuh dari kisah hidupmu. Praduga tak jelas pun tiada henti bertautan dalam dimensi benakku. Apa mungkin benda itu yang paling mengerti kamu?

Kamu mengutip semua hal yang terlihat di sudut matamu. Tanpa terkecuali. Ingatkah waktu itu? Kamu telah berhasil memotret senyumku. Ya, senyum yang ku pampang dengan manisnya di lekukan bibirku tatkala kamu hendak mengutip gambar diriku (namun bukan seorang diri). Setelahnya itu, kamu tak memperkenankan aku tuk melihat hasil jepretanmu manakala aku bertanya "bagaimana?bagus tidak" namun kamu hanya diam lalu pergi tuk mengutip yang lain. Kejadian itu terus berulang hingga akhirnya aku lelah dengan semua inginku tuk melihat segala yang telah kau potret selama ini. Ku beranikan saja tuk bertanya lagi, namun agaknya kamu terlihat lain. "Nanti saja kuperlihatkan setelah kupindahkan ke FD", ucapmu singkat. Aku pun diam.

Lagi lagi, kamu bersama dengan dia, kamera kecilmu itu. Aku sedikit cemburu. Dengannya, kamu merasa hidup namun tidak dengan aku. Berandai-andai adalah hal favorit yang sering kulakukan. Dan kamu tau apa yang kuandaikan darimu? Bila saja aku adalah kamera kecil itu, yang denganku kamu temukan separuh jiwamu. Denganku, kamu mengutip sisi demi sisi hal yang tertangkap oleh pandanganmu. Oh... Cuma pengandaian semata, tak terimplementasikan dalam ruang nyata sesungguhnya.

Tapi aku cukup senang aksimu dengannya akhir-akhir ini. Secara tidak langsung, dia ingin agar kamu dan aku sering bertemu. Iya kan?:') Aduh lagi-lagi imajinasiku berjalan... Oh, iya akhir-akhir ini juga kan kamu dan aku dekat lagi. Padahal masih serasa baru kemarin pengen menjauh dari kamu, kan? Untung saja baru niat dan proses yang baru sekitar 15%... Kalo udah 100%? Aku ga bakal bisa ngerasain nyamannya berada diantara kamu dan dia; si kamera kecil itu. Kamu mengutip mereka, pun juga aku didalamnya. Kamu iseng mengambil gambar tanpa diketahui yang lain, termasuk aku. Sebenarnya aku tau kok, tapi aku memilih untuk pura-pura tak tau kalo ada yang mengutip aktivitasku dalam bentuk gambar secara diam-diam. Kamu juga menyuruh salah satu diantara mereka untuk mengambil gambar kita(aku,kamu,dan yang lain). Sengaja aku memasang badan tegap berdiri disamping kamu. Mengapa? Biar aku bisa meng-crop dan hanya menyisakan kamu tanpa siapapun disamping kamu, juga dengan aku; dalam gambar itu. Bila kamu ahli dalam mengcapture, akulah ahli dalam hal crop-mengcropnya. Hebatnya, aksiku ini takterdeteksi olehmu. Yah, tentu saja. Ada beberapa gambar dimana aku (tepat) berada disamping kamu.

Sayangnya, aku belum sempat mengambil beberapa file itu setelah sebuah tragedi kecil namun mengguncang kamu dan aku terjadi. Bagaimana caraku mengambilnya? Melalui adikmu? Modusnya berada di tingkatan mana?Yaampun...
Aku tak seperti dia; kamera kecilmu, yang menguasai sebagian besar waktumu tuk selalu berada dalam pengawasan. Bukan pula yang selalu berada dalam genggamanmu. Juga bukanlah menjadi alasan untukmu tersenyum&tertawa bahagia bila menemukan hal yang ganjil untuk kamu kutip. Dia memang hebat. Mampu mengutip sosok demi sosok yang telah menopengkan senyum diatas luka yang tertahan dan tak mampu ditumpahkan kepada sang penyayat luka itu. Dia sama sepertimu, tak mampu mendeteksi seberapa bahagiakah objek yang terkutip; seberapa terlukanya objek harus memasung senyum di lekukan bibir yang ujungnya telah terselip airmata. Oh sudahlah... Biarlah itu semua menjadi tak terdefinisi. Objek tak terjamah oleh pelupuk matamu dan lensa kamera itu.

Minggu, 07 Juli 2013

Dinginnya kamu yang tak bisa ku hangatkan

Sudah lama kamu telah ku kenal. Lebih tepatnya, kamu adalah salah satu bagian dari indahnya masa kecilku. Agaknya terlupakan sedikit dalam benakku, bagaimana wujud pertemanan kamu dan aku di masa itu. Namun bukan berarti setelah aku berjumpa lagi denganmu lagakku bagai orang yang terkena amnesia. Ya, tentu saja aku masih ingat wajahmu itu. Diantara sederet wajah yang telah nampak sejak kecil namun tak terlalu memiliki perubahan yang cukup signifikan. Cool...

Dalam sebuah pertemuan yang dirancang sederhana, berkumpullah anak-anak manusia. Muncullah kamu yang sudah lebih dulu akrab dengan yang lain. Sedangkan aku? Masih sibuk menerka-nerka wajah yang nampak di mata. Otakku ternyata masih memiliki fungsi yang cukup baik, ya mengenal sosokmu. Aku terdiam, tak mau menyapa lebih dulu. Karena sedari dulu kutanamkan dalam diriku jikalau takperlu menyapa lebih dulu orang yang belum kau pastikan benar demikian.

Setelah melalui proses yang cukup panjang, aku perlu berterima kasih pada mereka yang telah menempatkanku di bagian yang menurutku sesuai dengan bakat dan kemampuan. Menolehlah wajahku ke sosokmu. Ya, aku dan kamu di bagian yang sama. Dan kamu adalah kaptenku eh maksudnya koordinator di bagian kami. Senyum kupoles dibibir semanis mungkin namun dibalas begitu... dingin dengan tatapan yang menurutku aneh dan sedikit jengkel. Oh, Tuhan! Tak ingin kuperpanjang problem awal ini, segeralah aku duduk diantara teman-teman lain, dan berada tepat di hadapannya. Kami pun membicarakan apa yang ingin kami lakukan selama setahun kedepan. Lalu kuberilah ide beserta teknik-teknik yang perlu kita lakukan. Dan kamu mengiyakan usulku. Entah mengapa, diantara kami berenam yang dominan itu cuma aku dan kamu. Hmm, mungkin itu pulalah sebab kamu menjadikanku wakilmu(bukan pendamping) dalam setiap program yang akan dijalankannya nantinya. Tolong kalian prediksi sendiri, berada di kisaran manakah debaran jantungku? Terbang?Ya bisa jadi bisa jadi. Merona merah pipinya?Ya ya ya...

Tak perlu kuceritakan panjang kali lebar kisah selanjutnya. Karena, buru-buru kami mesti mempersiapkan segala sesuatunya untuk program yang begitu menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama. Lagi dan lagi, Kamu menunjukku untuk bersama-sama mempersiapkannya. Gugup? Pasti. Namun kuatasi semua pra-rasa yang muncul menghujam disela-sela tarikan nafasku.

Aku menjalani waktu demi waktu denganmu. Lama rasanya aku merasakan seperti ini lagi. Namun kubiarkan saja semuanya terendam dalam angan yang tak ingin kumuntahkan dengan indah dalam dimensi nyata "kita" . Tak ingin semuanya menjadi gagal hanya karena aku lebih mengedepankan rasa yang baru muncul belakangan semenjak kamu hadir kembali. Tiap saat kamu menanyakan kesiapan semuanya, kesediaan kamu membantuku dalam menyelesaikan beberapa kesulitan yang kuhadapi, dan menanyakan dimana langkah kakiku berhenti saat itu untuk bertemu denganku. Begitu dekat. Tapi judulnya bukan seperti kisah klasik remaja seumuranku. Hanya sebatas tugas dan tanggung jawab yang diemban. Aku menikmati tiap alunan dering pesan dari kamu. Ada getaran yang berbeda menyelip diantara jemariku bila ingin membalasnya. Huft, mungkinkah?

Akhirnya, program yang kita rancang bersama pun terwujud. Bisa dibilang, program kali ini masih mengandung keinginan berlibur yang terselubung. Haha... Perjalanan pun dimulai. Menelusuri jalan menuju ke tempat yang dituju itu sebenarnya membosankan, akan tetapi ada efek kenyamanan tersendiri manakala kamu juga ada. Beberapa teman mengutip gambar, aku pun turut ikut. Anehnya, aku bosan sendiri dengan pengambilan gambar yang tiada akhir itu. Maklumlah perempuan, hobi mengutip gambar!-_-v Aku duduk di ujung tapi tak terlalu depan, sedangkan kamu berada diseberang kursi yang kududuki. Lumayanlah, melihatmu bisa mengurangi kepenatanku selama diperjalanan*eh

Bisa kubilang, ini adalah salah satu bagian yang paling menarik selama perjalanan sekaligus langka untuk kusaksikan. Tingkahmu yang konyol dan berbanding terbalik 360 derajat dari sikapmu yang begitu dingin, cuek, dan tampak berwibawa. Haha, mungkin yang tertawa itu pasti berfikir apa yang sedang rusak dalam sistem sarafmu, termasuk aku. Kamu berpindah ke posisi disamping kursiku, hanya setelah aku pindah lebih dulu dibelakang teman-teman yang lain. Tidur akhirnya pilihan yang kulaksanakan atas perintah otak yang telah didemo oleh bagian tubuhku yg lain agar segera menyuruhku beristirahat. Tak dirasa, kami pun sampai ke tempat tujuan...

Aku berbincang-bincang sedikit denganmu sebelum kamu putuskan untuk ke atas dan rehat sejenak di tempat yang telah disediakan. Butuh waktu 30Menit untuk merelaksasi otot-otot sebelum kami tunaikan kewajiban. Lagi-lagi aku takperlu menceritakan lebih rinci bagian ini. Karena kalian pun pasti sudah bisa menebak apa selanjutnya. Ya, apalagi? Aku dan kamu semakin akrab...
Kali ini aku kurang begitu melihat dengan jelas senja di sabtu itu. Mungkin sebabnya jingga senja disore itu berpindah ke wajah yang selalu kutatap begitu hati-hati;takut tertangkap basah oleh dua bola matamu. Oh, aku memilih diam dan mengalihkan perhatian mereka bilamana bertanya sehubungan kedekatan yang begitu lain daripada yang lain antara kamu dan aku. Tuhan, kalaupun mereka sudah bisa membaca dengan jelas sebab gerak-gerikku selama ini, kumohon agar dia(Kamu) tak tau.

Aku tidak mengerti, apakah dinginnya yang kurasa itu berkaitan lokasinya yang merupakan daerah pegunungan, atau akibatnya aku disampingmu. Kamu tak seperti yang kebanyakan ku kenal. Mereka melabeli kita dengan berbagai macam, namun kamu memilih tuk mengabaikannya dengan cara pura-pura tidak paham. Bertanya seperlunya dan sewajarnya sesuai konteks kedekatan, menjawab ala kadarnya sesuai porsi yang disediakan; itulah kamu. Selebihnya? Tak ada yang perlu untuk dipertanyakan/ ataupun dijawab... Setelah semuanya selesai, kami menghabiskan malam dengan nonton bareng film yang pernah populer. Detik demi detik kusambut tanpa kulewatkan tuk mencari sosokmu selalu. Bila telah kudapatkan, baru ku alihkan dengan aktivitas lain agar tidak menjadi curiga olehmu.

Senang itu sepaket dengan sedih. Bagaimanapun senangnya perasaan toh berbanding lurus dengan kesedihan. Ya, tepat sekali. Sejatinya, aku tak menginginkan ini semua ku tau disaat senang menghampiri kedekatanmu denganku. MENGAPA??? Perjalanan pulang mesti kulewati dengan sejumlah tanda tanya dan ketidaknyamananku pada kenyataan yang mesti kuterima. Kamu, yang tadinya akrab denganku lambat laun menjauh seiring berakhirnya program yang telah kita selesaikan. Kenyamanan yang disodorkan padaku saat dekat denganmu membuatku lupa untuk mempersiapkan diri agar tidak perlu menyeka airmata dengan tisu saat semuanya berakhir. Ya, aku lupa untuk itu. Sedikit tetesan airmata lebih dulu meluncur tatkala melihatmu yang tidak lagi "punya waktu" hanya untuk sekedar bertanya seperti dulu...

Agaknya dari sikapnya itu aku perlu belajar. Jikalau taksemua makhluk sepertimu mudah luluh dengan berbagai perhatian yang telah disuguhkan olehku dengan tulus. Aku juga perlu menancapkan peringatan diantara rasa-rasa yang kini tumbuh menjadi pohon yang siap membuahkan kebahagiaan nantinya untuk tidak pernah berharap pada sosok sepertimu. Pemilik bola mata yang menatap layaknya suhu dikutub utara. Senyum yang jarang dipoles hanya untuk sekadar dinikmati oleh orang-orang disekitarmu. Sayangnya, sedikit terlambat bagiku untuk sadar dengan semua itu. Awalnya, ku kira wujud dinginmu kan meleleh dengan hangatnya tulus perhatianku. Kecuekanmu tak lagi kamu sematkan manakala aku telah ada dan siap siaga bak siskamling. Ah, rasanya ingin kubuang semua rasa itu depanmu dengan rapi dalam bungkusan kisah yang kuharap nantinya bisa terlabel "kita". Sakit. Aku terluka dengan semua kepalsuan yang menyelimuti keakraban semu "kita", dan kamu tak tau itu...